Rabu, 12 Mei 2010
Jumat, 07 Agustus 2009
Puisi Terakhir WS Rendra

Jakarta - WS Rendra tetap berkarya meski dirawat di rumah sakit karena sakit jantung koroner. Puisi terakhir Rendra menghadirkan nuansa religius yang dalam, yang mengisyaratkan kecintaan pada Sang Pencipta.
"Tuhan, aku cinta padamu..." demikian penggalan puisi yang tak diberi judul itu. Puisi terakhir ini ditulis Rendra pada 31 Juli di RS Mitra Keluarga.
Teks puisi bertulis tangan itu diperlihatkan di rumah duka di Bengkel Teater, Citayam, Depok, Jumat (7/8/2009). Berikut teks puisi tersebut:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
Rendra
31 July 2009
Mitra Keluarga (nvc/nrl)
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Titipan

Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku,” dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.”
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Minggu, 26 Juli 2009
Dari Facebook Untuk Anakku

Di facebook, tadi siang anakku menulis.
Sudah beberapa hari ini dia terganggu
Teman-teman akrabnya banyak yang pindah sekolah
Guru kesayangannya tak mengajar kelasnya lagi
Mungkin karena itu dia jadi sering sakit panas
Inilah salah satu keluhannya:
Today at 11:31am
yah ah**** pngn pndah apa ayah stuju....
pa ayah gg kbrtan???
aku gg ska yah d ass**** ....
pak mu***** dah gg ngjar aku...
ass**** dah gg da wrna.aaaaaaa....
aku mo pndh yah... lgyan dsniiiii qaku skit mlu... blz iia yah...........
(aku membalasnya telat karena saat dia online, aku sedang di luar rumah.. )
Today at 3:01pm
Ah****....
Luruskan niatmu...
Kita belajar untuk mencari ilmu Allah...
Sebagai bekal di dunia dan di akhirat.
Hidup bukan cuma di ass****...
Di dalam hidup selalu ada suka dan duka...
Apalagi orang sukses itu selalu dimulai dengan perjuangan...
Perjuangan!
Artinya bersakit-sakit dahulu,
Lalu kemudian memetik kemenangan.
Teman itu banyak..
Datang dan pergi...
Kamu meninggalkan teman lama
Kamu juga mendatangi teman baru
Kamu ditinggal teman lama
Kamu juga nanti menemukan teman baru
Teman lama dan baru itu semua adalah teman
Nanti semuanya tak ada yang sia-sia
Tetap istiqamah di jalan-Nya
Itulah yang paling nikmat
Allah, itulah teman yang paling abadi...
Dia tak pernah datang dan tak perlu pergi
Dia selalu ada saat kita butuhkan
Ayo, Ah****...
Bukankah kau belajar ayat "Allahu shomad"?
Allah tempat kita bergantung yang sesungguhnya
Bukan yang lain...
Ayo, Ah****...
Bangkit!
Sakitmu itu tanda Allah menyayangimu...
Kembalilah kepada-Nya....
Niscaya semua akan kau dapatkan.
Ayo, bangkitlah!
Kamis, 28 Mei 2009
JOGJA, 27 MEI 2006

JOGYA, 27 MEI 2006
Ketika manusia terlena berselimut dingin pagi
Ketika keluarga bercengkerama di beranda
Ketika petani bersiap pergi ke sawah ladang
Ketika tamasya telah direncanakan
Ketika letusan merapi telah diantisipasi
Ketika arah kemana berlari telah ditentukan
Tiba-tiba bumi berguncang
Atap runtuh bagai tak bertiang
Menimpa apa saja di bawahnya
Manusia yang asyik tidur dibuai mimpi
Manusia yang merasa aman dalam balutan hangat selimut pagi
Anak-anak yang asyik bermain di beranda
Para Bapak yang siap pergi menuai nafkah keluarga
Para siswa dan guru yang berkemas menuju tempat wisata
Idza zul zilatil ardhu zil zalaha
Apabila bumi berguncang sekeras-kerasnya
Lalu mengeluarkan beban-beban berat isinya
Wa qaalal insaanu ma laha?
Manusia berkata, mengapa bumi jadi begini
Cerita kepanikan manusia
Membawaku ke suasana surat al zilzal
Keguncangan yang merusak
Dan manusia tak siap menerima
Lalu bertanya-tanya tak percaya
Sebentar lagi kemapanan tinggal puing saja
Bagai kiamat telah datang
Tanpa tanda-tanda apapun saja
Padahal di Jakarta maksiat tak pernah lengang
Kusak-kusuk menyelinap di sudut-sudut ruang
Tukar menukar kepentingan asal sampai tujuan
Di sini kiamat masih jauh
Beberapa orang malah tergerak bersama membantu
Menghibur saudaranya di Jogja
Membisikkan ayo bangun lagi
Sentilan Ilahi mengajak kembali
Kepada ikhlas ibadah kita yang di sana dan di sini
Hayya ’alash sholah......
Hayya ’alal falah.....
Berbondong manusia gegas penuhi panggilan Ilahi
Teruskan......!
Tak hanya sampai di sini
Cikarang, 28 Mei 2007
Minggu, 17 Mei 2009
Dalam Sujud
(Merenungi masa lalu,
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)

Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)

Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
Senin, 16 Maret 2009
Dalam Do’a

Dalam Do'a
Dalam do’a tumpah segala harapan
Lunglai sekujur tubuh
Leleh di pipi semua air mata
Rahang tak mampu lagi lantang
Pundak diguncang tangis
Dua telapak tangan meninggi tengadah
Memaksa tegar
Berharap sangat Tuhan segera
Menjawab keinginan kita
Dalam do’a terungkap semua janji Tuhan
Terumbar semua janji kita
Bila saja tangan kita penuh lagi
Dengan limpahan rahmat Ilahi
Dalam do’a
Sepi sekitar sungguh khusyu’
Suara jengkerik jadi tasbih
Teduh malam jadi tahmid
Ketegaran angin malam menusuk tulang
Adalah kekerdilan kita
Di hadapan keagungan-Nya
Hati semua pintunya terbuka lebar
Perlahanpun mengakui: Allahu Akbar
Dalam do’a
Adalah pengakuan kelemahan kita
Adalah keputusasaan merengkuh
Dayung yang lepas
Dalam do’a
Rendah segala keluhuran
Hina segala kehormatan
Luruh semua keangkaraan
Runtuh semua ketegaran
Kosong segala keberadaan
Tanggal segala kesombongan
Lunak segala kekerasan
Dalam do’a
Adalah pengakuan kerendahan kita
Kehinaan dan kelemahan
Kejatuhan dan kekosongan
Ketakberdayaan manusia menantang iradah-Nya
Dalam do’a
Harapan ditutup keyakinan
Keyakinan memacu permohonan
Permohonan tanda kepasrahan
Kepasrahan menguras tangisan
Tangisan adalah pengakuan kekalahan
Kekalahan adalah tengadah telapak tangan
Menanti kasih sayang Tuhan
Rabbana,
Aatina fid dunya khasanah
Wa fil akhirati khasanah
Wa qina adzaabannaar
Bogor, 7 Rajab 1405/19 Maret 1986
Lunglai sekujur tubuh
Leleh di pipi semua air mata
Rahang tak mampu lagi lantang
Pundak diguncang tangis
Dua telapak tangan meninggi tengadah
Memaksa tegar
Berharap sangat Tuhan segera
Menjawab keinginan kita
Dalam do’a terungkap semua janji Tuhan
Terumbar semua janji kita
Bila saja tangan kita penuh lagi
Dengan limpahan rahmat Ilahi
Dalam do’a
Sepi sekitar sungguh khusyu’
Suara jengkerik jadi tasbih
Teduh malam jadi tahmid
Ketegaran angin malam menusuk tulang
Adalah kekerdilan kita
Di hadapan keagungan-Nya
Hati semua pintunya terbuka lebar
Perlahanpun mengakui: Allahu Akbar
Dalam do’a
Adalah pengakuan kelemahan kita
Adalah keputusasaan merengkuh
Dayung yang lepas
Dalam do’a
Rendah segala keluhuran
Hina segala kehormatan
Luruh semua keangkaraan
Runtuh semua ketegaran
Kosong segala keberadaan
Tanggal segala kesombongan
Lunak segala kekerasan
Dalam do’a
Adalah pengakuan kerendahan kita
Kehinaan dan kelemahan
Kejatuhan dan kekosongan
Ketakberdayaan manusia menantang iradah-Nya
Dalam do’a
Harapan ditutup keyakinan
Keyakinan memacu permohonan
Permohonan tanda kepasrahan
Kepasrahan menguras tangisan
Tangisan adalah pengakuan kekalahan
Kekalahan adalah tengadah telapak tangan
Menanti kasih sayang Tuhan
Rabbana,
Aatina fid dunya khasanah
Wa fil akhirati khasanah
Wa qina adzaabannaar
Bogor, 7 Rajab 1405/19 Maret 1986
Langganan:
Postingan (Atom)