Rabu, 18 Februari 2009

Goresan Cinta Annisa

Oleh: Choirul Asyhar

Entah dari mana asalnya hobbi ini muncul. Annisa akhir-akhir ini gemar menulis surat. Goresannya dalam lembaran kertas kecil-kecil itu sering membuat hati Bunda terharu. Sekaligus bersyukur atas kemampuan anaknya menggoreskan kata hatinya. Ini hanya salah satu contoh goresan Annisa:

Bunda, kenapa sih
Sejak Adinda lahir
Bunda selalu manjakan
Dia saja.
Annisa dicuekin teruus.

Bunda membacanya sambil tersenyum. Terbayang Annisa yang kelas 2 SD, sedang tekun menulis merangkai kata-kata indah. Tapi senyumannya juga mendorong keluar air matanya. Karena membayangkan Annisa menulis sambil meneteskan air mata. Sedih karena perhatian Bunda terbagi sejak Adinda lahir.
Air mata bening bergulir di pipi Bunda. Tapi segera diusapnya. Sebaris senyuman kembali mengembang. Karena Bunda membaca salam penutupnya yang lucu:
With Love,
Annisa

Ada gambar jantung di antara kata with dan love. Bunda tahu, Annisa sedang mempraktekkan ilmu barunya. Beberapa hari yang lalu kakaknya yang di pesantren mengirim surat. Di akhir surat, tertulis ”With Love, Ahsana”. Lalu ada segores tanda tangan.

Ya… tanda tangan!
Kini di surat kecil itu juga ada tanda tangan di atas nama Annisa. Tanda tangan yang tak kalah lucunya.
Subhanallah. Anak memang peniru ulung.

***
Suatu hari, Annisa tidak masuk sekolah karena sakit diare. Sebelum berangkat mengajar, Bunda menyampaikan pesan agar Annisa istirahat. Setelah makan siang obatnya diminum. Annisa mengangguk dengan tegas.

Ketika pulang mengajar, Bunda mendapati selembar kertas warna pink tergeletak di atas meja:

BUNDA …………….
Maafin Annisa
Annisa sebenarnya pusing-pusing
Tapi…… Annisa gak mau nyusahin
Uangnya kurang.
Annisa janji. Tidak banyak kanda lagi Bun.
Annisa mau Bunda sayang banget sama Annisa.
Aku senang kalau Bunda baca surat ini.
Ooh…. Ya Bun, kalau Annisa udah masuk sekolah
Uang yang dulu Annisa nggak sekolah tolong kasih ke Annisa.
Annisa tadi, sore jam 2 an lah ….
Annisa BAB
Pertama-tamanya Alhamdulillah.
Tapi…… akhirnya-akhirnya menceret.

Campur aduk hati Bunda. Senang dan bahagia melihat kemampuan Annisa menulis surat. Juga geli membaca kalimat penutupnya. Murid-muridnya di SMP saja sering mentok ketika diberi tugas menulis.


Surat itu adalah curahan hati. Apalagi dari seorang Annisa yang baru berumur 7 tahun. Ada aroma kejujuran di dalamnya. Ada perasaan bersalah ketika membuat Bunda kesal. Sehingga berjanji tidak banyak kanda lagi. Ada empati ketika Bunda tak punya uang. Ada sifat kanak-kanak yang menuntut uang jajan. Bahkan minta dirapel.
Bunda tersenyum geli.
Lalu Bunda membaca sekali lagi. Ada harapan yang sangat dalam. Agar Annisa mendapatkan perhatian dari Bunda. Apalagi ketika dia sedang sakit.
Hati Bunda trenyuh. Tapi tak mau meneteskan air mata lagi. Seharian Bunda tetap harus mengajar karena ada tanggung jawab. Sekian banyak murid di sekolah menunggunya. Meski anak sendiri sedang sakit di rumah.

***
Ketika lebaran, anak-anak menjadi orang kaya. Banyak sanak saudara yang memberinya uang. THR kata Annisa. Ada THR dari Om Yun. Ada dari tante Fifi. Ada dari tante Susi. Dari Bunda, dari Mbah Putri. Ada dari Mak Angah, Mak Tuo dan Nenek. Wah, Annisa dan adik kakaknya jadi orang kaya.

Sebaliknya, Bunda uangnya makin menipis setelah lebaran. Karena harus beli baju baru, persiapan kue di rumah, masak agak mewah sedikit. Juga karena harus memberi THR anak dan keponakan. Sehingga suatu saat Bunda meminjam uang dua puluh ribu rupiah.
Meskipun masih punya uang Annisa suka mengingatkan. Bahwa Bunda masih punya utang kepadanya. Termasuk melalui surat pendeknya:

Untuk Bunda…….
Bunda, aku sayang Bunda, tapi…..
Aku harap hutang Bunda tetap dibayar ya….
Hutang Bunda tidak banyak. Hanya… Rp 20.000,00
Di bayar ya…, Bun….

Bunda tersenyum lagi membaca surat pendek di kertas kecil itu. Betul-betul perasaan hatinya seperti diaduk-aduk. Campur aduk perasaannya sebagaimana campur aduknya isi surat Annisa. Tentu saja Bunda tidak marah. Karena semuanya berisi kejujuran. Annisa sayang Bunda adalah kejujuran. Menagih utang juga kejujuran. Meskipun Annisa sayang Bunda, Bunda juga tetap harus bayar utangnya.

Bunda tersenyum lagi. Dalam hatinya berbisik, bakat Annisa harus dipoles agar bahasa suratnya menjadi lebih indah.

***
Saat musim ujian tengah semester, setiap ibu tentu paling sibuk menemani anak-anaknya belajar. Demikian juga dengan Bundanya Annisa. Annisa sendiri santai saja belajarnya. Tidak ada target harus selesai membaca semua bahan ujian. Sementara Bunda harus cerewet mengingatkan. Baca bab ini. Baca bab itu. Baca LKS. Latihannya yang banyak. Sudah hafal ini apa belum. Annisa sih tenang-tenang saja.
Sampai ketika Bunda meminta Annisa menyelesaikan membaca bahan ujiannya. Annisa sudah mulai mengantuk. Bunda mulai kesal. Soal-soal yang dibuat Bunda tidak dikerjakan Annisa.

”Annisa ngantuk, Bu...” katanya.
”Besok pagi saja, setelah sholat subuh.” Tawarnya
.
Bunda tak setuju, karena Annisa suka kesiangan bangun paginya. Jadi besok tak mungkin ada waktu lagi. Annisa tetap merebahkan tubuhnya ke lantai. Karena kesal, Bunda meletakkan bukunya di lantai dengan agak kasar. Segera Bunda meninggalkan Annisa sendirian di ruang belajar. Lalu Bunda beranjak ke kamar dan mengunci pintunya dari dalam.

Annisapun bangkit. Rasa kantuknya lenyap. Annisa duduk mengerjakan lagi soal-soalnya. Setelah selasai dia mengetok kamar Bunda. Tapi Bunda tidak membukakannya. Annisa gontai berjalan menuju ke kamarnya sendiri. Lalu tertidur.
Tengah malam Bunda terbangun. Bunda menuju ke kamar Annisa. Lalu dengan penuh kasih sayang menggendong tubuh Annisa. Bunda memindahkan Annisa ke kamarnya. Untuk tidur di samping Bunda. Bersama Adinda yang sudah terlelap duluan.
Esoknya Bunda membuka hapenya. Ada satu sms yang belum terbaca. Ketika di buka, ternyata berasal dari Annisa. Dikirim jam 10 malam. Rupanya sebelum tidur, tadi malam Annisa menulis sms. Sebagian uang THR-nya memang dibelikan hape murah plus pulsa. Patungan dengan kakak-kakaknya.

Sekali lagi Bunda hanya bisa tersenyum membaca sms Annisa:

Bunda, maafin ya.
Annisa menyesal.
Boleh Annisa msk?
Annisa blm sholat isya’

Kali ini air mata Bunda menetes di pipinya. Meskipun disadarinya, tapi tak segera dihapusnya. Karena ini air mata gembira. Bunda ingin menikmati kehangatan kegembiraan ini. Bunda merasakan kegembiraan menikmati curahan isi hati Annisa. Menyaksikan perkembangan bakatnya menulis. Bunda sedang menikmati kehangatan memeluk rindu Annisa dan Adinda.
***

Cikarang Baru, 30 Oktober 2008

(Cerpen ini gagal menang dalam sebuah lomba di sebuah majalah. Biarlah, ... toh sekarang mudah menerbitkan karya sendiri. Peace :P)

2 komentar:

  1. Ass. pak? wah annisa lucu sekali...Bundanya pasti bangga punya anak annisa yah!!

    Salam buat bunda & anisah

    BalasHapus
  2. Wa'alaikum salam
    Anak saya marah -tepatnya malu- ketika saya menulis cerpen ini. Padahal namanya sudah saya samarkan menjadi "Annisa"... "Tapi kan fotonya asli" katanya.

    Salam kembali kepada Pak/Bu So Nice.
    Barakallah fiik.

    BalasHapus