Dari detiknews. Untuk mengenang Rendra......
Jakarta - WS Rendra tetap berkarya meski dirawat di rumah sakit karena sakit jantung koroner. Puisi terakhir Rendra menghadirkan nuansa religius yang dalam, yang mengisyaratkan kecintaan pada Sang Pencipta.
"Tuhan, aku cinta padamu..." demikian penggalan puisi yang tak diberi judul itu. Puisi terakhir ini ditulis Rendra pada 31 Juli di RS Mitra Keluarga.
Teks puisi bertulis tangan itu diperlihatkan di rumah duka di Bengkel Teater, Citayam, Depok, Jumat (7/8/2009). Berikut teks puisi tersebut:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
Rendra
31 July 2009
Mitra Keluarga (nvc/nrl)
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Jumat, 07 Agustus 2009
Titipan
Oleh: WS Rendra
Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku,” dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.”
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku,” dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.”
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Minggu, 26 Juli 2009
Dari Facebook Untuk Anakku
Di facebook, tadi siang anakku menulis.
Sudah beberapa hari ini dia terganggu
Teman-teman akrabnya banyak yang pindah sekolah
Guru kesayangannya tak mengajar kelasnya lagi
Mungkin karena itu dia jadi sering sakit panas
Inilah salah satu keluhannya:
Today at 11:31am
yah ah**** pngn pndah apa ayah stuju....
pa ayah gg kbrtan???
aku gg ska yah d ass**** ....
pak mu***** dah gg ngjar aku...
ass**** dah gg da wrna.aaaaaaa....
aku mo pndh yah... lgyan dsniiiii qaku skit mlu... blz iia yah...........
(aku membalasnya telat karena saat dia online, aku sedang di luar rumah.. )
Today at 3:01pm
Ah****....
Luruskan niatmu...
Kita belajar untuk mencari ilmu Allah...
Sebagai bekal di dunia dan di akhirat.
Hidup bukan cuma di ass****...
Di dalam hidup selalu ada suka dan duka...
Apalagi orang sukses itu selalu dimulai dengan perjuangan...
Perjuangan!
Artinya bersakit-sakit dahulu,
Lalu kemudian memetik kemenangan.
Teman itu banyak..
Datang dan pergi...
Kamu meninggalkan teman lama
Kamu juga mendatangi teman baru
Kamu ditinggal teman lama
Kamu juga nanti menemukan teman baru
Teman lama dan baru itu semua adalah teman
Nanti semuanya tak ada yang sia-sia
Tetap istiqamah di jalan-Nya
Itulah yang paling nikmat
Allah, itulah teman yang paling abadi...
Dia tak pernah datang dan tak perlu pergi
Dia selalu ada saat kita butuhkan
Ayo, Ah****...
Bukankah kau belajar ayat "Allahu shomad"?
Allah tempat kita bergantung yang sesungguhnya
Bukan yang lain...
Ayo, Ah****...
Bangkit!
Sakitmu itu tanda Allah menyayangimu...
Kembalilah kepada-Nya....
Niscaya semua akan kau dapatkan.
Ayo, bangkitlah!
Kamis, 28 Mei 2009
JOGJA, 27 MEI 2006
(Ketika ujian datang biasanya kita merapat kepada-Nya. Ketika ujian beberapa saat berlalu, kitapun melupakan-Nya. Puisi ini untuk mengenang musibah gempa jogya 27 Mei 2006. Tepat tiga tahun yang lalu. Semoga menjadi gempa di hati, lalu kita merapat kembali ke pangkuan Rabbul izzati)
JOGYA, 27 MEI 2006
Ketika manusia terlena berselimut dingin pagi
Ketika keluarga bercengkerama di beranda
Ketika petani bersiap pergi ke sawah ladang
Ketika tamasya telah direncanakan
Ketika letusan merapi telah diantisipasi
Ketika arah kemana berlari telah ditentukan
Tiba-tiba bumi berguncang
Atap runtuh bagai tak bertiang
Menimpa apa saja di bawahnya
Manusia yang asyik tidur dibuai mimpi
Manusia yang merasa aman dalam balutan hangat selimut pagi
Anak-anak yang asyik bermain di beranda
Para Bapak yang siap pergi menuai nafkah keluarga
Para siswa dan guru yang berkemas menuju tempat wisata
Idza zul zilatil ardhu zil zalaha
Apabila bumi berguncang sekeras-kerasnya
Lalu mengeluarkan beban-beban berat isinya
Wa qaalal insaanu ma laha?
Manusia berkata, mengapa bumi jadi begini
Cerita kepanikan manusia
Membawaku ke suasana surat al zilzal
Keguncangan yang merusak
Dan manusia tak siap menerima
Lalu bertanya-tanya tak percaya
Sebentar lagi kemapanan tinggal puing saja
Bagai kiamat telah datang
Tanpa tanda-tanda apapun saja
Padahal di Jakarta maksiat tak pernah lengang
Kusak-kusuk menyelinap di sudut-sudut ruang
Tukar menukar kepentingan asal sampai tujuan
Di sini kiamat masih jauh
Beberapa orang malah tergerak bersama membantu
Menghibur saudaranya di Jogja
Membisikkan ayo bangun lagi
Sentilan Ilahi mengajak kembali
Kepada ikhlas ibadah kita yang di sana dan di sini
Hayya ’alash sholah......
Hayya ’alal falah.....
Berbondong manusia gegas penuhi panggilan Ilahi
Teruskan......!
Tak hanya sampai di sini
Cikarang, 28 Mei 2007
JOGYA, 27 MEI 2006
Ketika manusia terlena berselimut dingin pagi
Ketika keluarga bercengkerama di beranda
Ketika petani bersiap pergi ke sawah ladang
Ketika tamasya telah direncanakan
Ketika letusan merapi telah diantisipasi
Ketika arah kemana berlari telah ditentukan
Tiba-tiba bumi berguncang
Atap runtuh bagai tak bertiang
Menimpa apa saja di bawahnya
Manusia yang asyik tidur dibuai mimpi
Manusia yang merasa aman dalam balutan hangat selimut pagi
Anak-anak yang asyik bermain di beranda
Para Bapak yang siap pergi menuai nafkah keluarga
Para siswa dan guru yang berkemas menuju tempat wisata
Idza zul zilatil ardhu zil zalaha
Apabila bumi berguncang sekeras-kerasnya
Lalu mengeluarkan beban-beban berat isinya
Wa qaalal insaanu ma laha?
Manusia berkata, mengapa bumi jadi begini
Cerita kepanikan manusia
Membawaku ke suasana surat al zilzal
Keguncangan yang merusak
Dan manusia tak siap menerima
Lalu bertanya-tanya tak percaya
Sebentar lagi kemapanan tinggal puing saja
Bagai kiamat telah datang
Tanpa tanda-tanda apapun saja
Padahal di Jakarta maksiat tak pernah lengang
Kusak-kusuk menyelinap di sudut-sudut ruang
Tukar menukar kepentingan asal sampai tujuan
Di sini kiamat masih jauh
Beberapa orang malah tergerak bersama membantu
Menghibur saudaranya di Jogja
Membisikkan ayo bangun lagi
Sentilan Ilahi mengajak kembali
Kepada ikhlas ibadah kita yang di sana dan di sini
Hayya ’alash sholah......
Hayya ’alal falah.....
Berbondong manusia gegas penuhi panggilan Ilahi
Teruskan......!
Tak hanya sampai di sini
Cikarang, 28 Mei 2007
Minggu, 17 Mei 2009
Dalam Sujud
(Merenungi masa lalu,
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)
Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)
Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
Senin, 16 Maret 2009
Dalam Do’a
(Ini puisi jadul yang saya temukan dari tumpukan buku-buku zaman kuliah dulu. Ternyata dulu saya suka nulis puisi..... Karena isinya cukup bagus --he... he.. paling tidak menurut saya yang sekarang susah dapat ide nulis ini-- maka saya upload saja ke blog ini. Dengan harapan pembaca dapat merasakan indahnya. Kalau tidak...., ya kritik saja kekurangan-kekurangannya. Terima kasih sebelumnya).
Dalam Do'a
Dalam do’a tumpah segala harapan
Lunglai sekujur tubuh
Leleh di pipi semua air mata
Rahang tak mampu lagi lantang
Pundak diguncang tangis
Dua telapak tangan meninggi tengadah
Memaksa tegar
Berharap sangat Tuhan segera
Menjawab keinginan kita
Dalam do’a terungkap semua janji Tuhan
Terumbar semua janji kita
Bila saja tangan kita penuh lagi
Dengan limpahan rahmat Ilahi
Dalam do’a
Sepi sekitar sungguh khusyu’
Suara jengkerik jadi tasbih
Teduh malam jadi tahmid
Ketegaran angin malam menusuk tulang
Adalah kekerdilan kita
Di hadapan keagungan-Nya
Hati semua pintunya terbuka lebar
Perlahanpun mengakui: Allahu Akbar
Dalam do’a
Adalah pengakuan kelemahan kita
Adalah keputusasaan merengkuh
Dayung yang lepas
Dalam do’a
Rendah segala keluhuran
Hina segala kehormatan
Luruh semua keangkaraan
Runtuh semua ketegaran
Kosong segala keberadaan
Tanggal segala kesombongan
Lunak segala kekerasan
Dalam do’a
Adalah pengakuan kerendahan kita
Kehinaan dan kelemahan
Kejatuhan dan kekosongan
Ketakberdayaan manusia menantang iradah-Nya
Dalam do’a
Harapan ditutup keyakinan
Keyakinan memacu permohonan
Permohonan tanda kepasrahan
Kepasrahan menguras tangisan
Tangisan adalah pengakuan kekalahan
Kekalahan adalah tengadah telapak tangan
Menanti kasih sayang Tuhan
Rabbana,
Aatina fid dunya khasanah
Wa fil akhirati khasanah
Wa qina adzaabannaar
Bogor, 7 Rajab 1405/19 Maret 1986
Lunglai sekujur tubuh
Leleh di pipi semua air mata
Rahang tak mampu lagi lantang
Pundak diguncang tangis
Dua telapak tangan meninggi tengadah
Memaksa tegar
Berharap sangat Tuhan segera
Menjawab keinginan kita
Dalam do’a terungkap semua janji Tuhan
Terumbar semua janji kita
Bila saja tangan kita penuh lagi
Dengan limpahan rahmat Ilahi
Dalam do’a
Sepi sekitar sungguh khusyu’
Suara jengkerik jadi tasbih
Teduh malam jadi tahmid
Ketegaran angin malam menusuk tulang
Adalah kekerdilan kita
Di hadapan keagungan-Nya
Hati semua pintunya terbuka lebar
Perlahanpun mengakui: Allahu Akbar
Dalam do’a
Adalah pengakuan kelemahan kita
Adalah keputusasaan merengkuh
Dayung yang lepas
Dalam do’a
Rendah segala keluhuran
Hina segala kehormatan
Luruh semua keangkaraan
Runtuh semua ketegaran
Kosong segala keberadaan
Tanggal segala kesombongan
Lunak segala kekerasan
Dalam do’a
Adalah pengakuan kerendahan kita
Kehinaan dan kelemahan
Kejatuhan dan kekosongan
Ketakberdayaan manusia menantang iradah-Nya
Dalam do’a
Harapan ditutup keyakinan
Keyakinan memacu permohonan
Permohonan tanda kepasrahan
Kepasrahan menguras tangisan
Tangisan adalah pengakuan kekalahan
Kekalahan adalah tengadah telapak tangan
Menanti kasih sayang Tuhan
Rabbana,
Aatina fid dunya khasanah
Wa fil akhirati khasanah
Wa qina adzaabannaar
Bogor, 7 Rajab 1405/19 Maret 1986
Rabu, 18 Februari 2009
Goresan Cinta Annisa
Oleh: Choirul Asyhar
Bunda membacanya sambil tersenyum. Terbayang Annisa yang kelas 2 SD, sedang tekun menulis merangkai kata-kata indah. Tapi senyumannya juga mendorong keluar air matanya. Karena membayangkan Annisa menulis sambil meneteskan air mata. Sedih karena perhatian Bunda terbagi sejak Adinda lahir.
Surat itu adalah curahan hati. Apalagi dari seorang Annisa yang baru berumur 7 tahun. Ada aroma kejujuran di dalamnya. Ada perasaan bersalah ketika membuat Bunda kesal. Sehingga berjanji tidak banyak kanda lagi. Ada empati ketika Bunda tak punya uang. Ada sifat kanak-kanak yang menuntut uang jajan. Bahkan minta dirapel.
Bunda tersenyum geli.
***
Ketika lebaran, anak-anak menjadi orang kaya. Banyak sanak saudara yang memberinya uang. THR kata Annisa. Ada THR dari Om Yun. Ada dari tante Fifi. Ada dari tante Susi. Dari Bunda, dari Mbah Putri. Ada dari Mak Angah, Mak Tuo dan Nenek. Wah, Annisa dan adik kakaknya jadi orang kaya.
Sebaliknya, Bunda uangnya makin menipis setelah lebaran. Karena harus beli baju baru, persiapan kue di rumah, masak agak mewah sedikit. Juga karena harus memberi THR anak dan keponakan. Sehingga suatu saat Bunda meminjam uang dua puluh ribu rupiah.
***
Saat musim ujian tengah semester, setiap ibu tentu paling sibuk menemani anak-anaknya belajar. Demikian juga dengan Bundanya Annisa. Annisa sendiri santai saja belajarnya. Tidak ada target harus selesai membaca semua bahan ujian. Sementara Bunda harus cerewet mengingatkan. Baca bab ini. Baca bab itu. Baca LKS. Latihannya yang banyak. Sudah hafal ini apa belum. Annisa sih tenang-tenang saja.
”Annisa ngantuk, Bu...” katanya.
”Besok pagi saja, setelah sholat subuh.” Tawarnya.
Bunda, maafin ya.
Annisa menyesal.
Boleh Annisa msk?
Annisa blm sholat isya’
Entah dari mana asalnya hobbi ini muncul. Annisa akhir-akhir ini gemar menulis surat. Goresannya dalam lembaran kertas kecil-kecil itu sering membuat hati Bunda terharu. Sekaligus bersyukur atas kemampuan anaknya menggoreskan kata hatinya. Ini hanya salah satu contoh goresan Annisa:
Bunda, kenapa sih
Sejak Adinda lahir
Bunda selalu manjakan
Dia saja.
Annisa dicuekin teruus.
Sejak Adinda lahir
Bunda selalu manjakan
Dia saja.
Annisa dicuekin teruus.
Bunda membacanya sambil tersenyum. Terbayang Annisa yang kelas 2 SD, sedang tekun menulis merangkai kata-kata indah. Tapi senyumannya juga mendorong keluar air matanya. Karena membayangkan Annisa menulis sambil meneteskan air mata. Sedih karena perhatian Bunda terbagi sejak Adinda lahir.
Air mata bening bergulir di pipi Bunda. Tapi segera diusapnya. Sebaris senyuman kembali mengembang. Karena Bunda membaca salam penutupnya yang lucu:
With Love,
Annisa
Ada gambar jantung di antara kata with dan love. Bunda tahu, Annisa sedang mempraktekkan ilmu barunya. Beberapa hari yang lalu kakaknya yang di pesantren mengirim surat. Di akhir surat, tertulis ”With Love, Ahsana”. Lalu ada segores tanda tangan.
Annisa
Ada gambar jantung di antara kata with dan love. Bunda tahu, Annisa sedang mempraktekkan ilmu barunya. Beberapa hari yang lalu kakaknya yang di pesantren mengirim surat. Di akhir surat, tertulis ”With Love, Ahsana”. Lalu ada segores tanda tangan.
Ya… tanda tangan!
Kini di surat kecil itu juga ada tanda tangan di atas nama Annisa. Tanda tangan yang tak kalah lucunya.
Subhanallah. Anak memang peniru ulung.
***
Kini di surat kecil itu juga ada tanda tangan di atas nama Annisa. Tanda tangan yang tak kalah lucunya.
Subhanallah. Anak memang peniru ulung.
***
Suatu hari, Annisa tidak masuk sekolah karena sakit diare. Sebelum berangkat mengajar, Bunda menyampaikan pesan agar Annisa istirahat. Setelah makan siang obatnya diminum. Annisa mengangguk dengan tegas.
Ketika pulang mengajar, Bunda mendapati selembar kertas warna pink tergeletak di atas meja:
BUNDA …………….
Maafin Annisa
Annisa sebenarnya pusing-pusing
Tapi…… Annisa gak mau nyusahin
Uangnya kurang.
Annisa janji. Tidak banyak kanda lagi Bun.
Annisa mau Bunda sayang banget sama Annisa.
Aku senang kalau Bunda baca surat ini.
Ooh…. Ya Bun, kalau Annisa udah masuk sekolah
Uang yang dulu Annisa nggak sekolah tolong kasih ke Annisa.
Annisa tadi, sore jam 2 an lah ….
Annisa BAB
Pertama-tamanya Alhamdulillah.
Tapi…… akhirnya-akhirnya menceret.
Campur aduk hati Bunda. Senang dan bahagia melihat kemampuan Annisa menulis surat. Juga geli membaca kalimat penutupnya. Murid-muridnya di SMP saja sering mentok ketika diberi tugas menulis.
BUNDA …………….
Maafin Annisa
Annisa sebenarnya pusing-pusing
Tapi…… Annisa gak mau nyusahin
Uangnya kurang.
Annisa janji. Tidak banyak kanda lagi Bun.
Annisa mau Bunda sayang banget sama Annisa.
Aku senang kalau Bunda baca surat ini.
Ooh…. Ya Bun, kalau Annisa udah masuk sekolah
Uang yang dulu Annisa nggak sekolah tolong kasih ke Annisa.
Annisa tadi, sore jam 2 an lah ….
Annisa BAB
Pertama-tamanya Alhamdulillah.
Tapi…… akhirnya-akhirnya menceret.
Campur aduk hati Bunda. Senang dan bahagia melihat kemampuan Annisa menulis surat. Juga geli membaca kalimat penutupnya. Murid-muridnya di SMP saja sering mentok ketika diberi tugas menulis.
Surat itu adalah curahan hati. Apalagi dari seorang Annisa yang baru berumur 7 tahun. Ada aroma kejujuran di dalamnya. Ada perasaan bersalah ketika membuat Bunda kesal. Sehingga berjanji tidak banyak kanda lagi. Ada empati ketika Bunda tak punya uang. Ada sifat kanak-kanak yang menuntut uang jajan. Bahkan minta dirapel.
Bunda tersenyum geli.
Lalu Bunda membaca sekali lagi. Ada harapan yang sangat dalam. Agar Annisa mendapatkan perhatian dari Bunda. Apalagi ketika dia sedang sakit.
Hati Bunda trenyuh. Tapi tak mau meneteskan air mata lagi. Seharian Bunda tetap harus mengajar karena ada tanggung jawab. Sekian banyak murid di sekolah menunggunya. Meski anak sendiri sedang sakit di rumah.
Hati Bunda trenyuh. Tapi tak mau meneteskan air mata lagi. Seharian Bunda tetap harus mengajar karena ada tanggung jawab. Sekian banyak murid di sekolah menunggunya. Meski anak sendiri sedang sakit di rumah.
***
Ketika lebaran, anak-anak menjadi orang kaya. Banyak sanak saudara yang memberinya uang. THR kata Annisa. Ada THR dari Om Yun. Ada dari tante Fifi. Ada dari tante Susi. Dari Bunda, dari Mbah Putri. Ada dari Mak Angah, Mak Tuo dan Nenek. Wah, Annisa dan adik kakaknya jadi orang kaya.
Sebaliknya, Bunda uangnya makin menipis setelah lebaran. Karena harus beli baju baru, persiapan kue di rumah, masak agak mewah sedikit. Juga karena harus memberi THR anak dan keponakan. Sehingga suatu saat Bunda meminjam uang dua puluh ribu rupiah.
Meskipun masih punya uang Annisa suka mengingatkan. Bahwa Bunda masih punya utang kepadanya. Termasuk melalui surat pendeknya:
Untuk Bunda…….
Bunda, aku sayang Bunda, tapi…..
Aku harap hutang Bunda tetap dibayar ya….
Hutang Bunda tidak banyak. Hanya… Rp 20.000,00
Di bayar ya…, Bun….
Bunda tersenyum lagi membaca surat pendek di kertas kecil itu. Betul-betul perasaan hatinya seperti diaduk-aduk. Campur aduk perasaannya sebagaimana campur aduknya isi surat Annisa. Tentu saja Bunda tidak marah. Karena semuanya berisi kejujuran. Annisa sayang Bunda adalah kejujuran. Menagih utang juga kejujuran. Meskipun Annisa sayang Bunda, Bunda juga tetap harus bayar utangnya.
Untuk Bunda…….
Bunda, aku sayang Bunda, tapi…..
Aku harap hutang Bunda tetap dibayar ya….
Hutang Bunda tidak banyak. Hanya… Rp 20.000,00
Di bayar ya…, Bun….
Bunda tersenyum lagi membaca surat pendek di kertas kecil itu. Betul-betul perasaan hatinya seperti diaduk-aduk. Campur aduk perasaannya sebagaimana campur aduknya isi surat Annisa. Tentu saja Bunda tidak marah. Karena semuanya berisi kejujuran. Annisa sayang Bunda adalah kejujuran. Menagih utang juga kejujuran. Meskipun Annisa sayang Bunda, Bunda juga tetap harus bayar utangnya.
Bunda tersenyum lagi. Dalam hatinya berbisik, bakat Annisa harus dipoles agar bahasa suratnya menjadi lebih indah.
***
Saat musim ujian tengah semester, setiap ibu tentu paling sibuk menemani anak-anaknya belajar. Demikian juga dengan Bundanya Annisa. Annisa sendiri santai saja belajarnya. Tidak ada target harus selesai membaca semua bahan ujian. Sementara Bunda harus cerewet mengingatkan. Baca bab ini. Baca bab itu. Baca LKS. Latihannya yang banyak. Sudah hafal ini apa belum. Annisa sih tenang-tenang saja.
Sampai ketika Bunda meminta Annisa menyelesaikan membaca bahan ujiannya. Annisa sudah mulai mengantuk. Bunda mulai kesal. Soal-soal yang dibuat Bunda tidak dikerjakan Annisa.
”Annisa ngantuk, Bu...” katanya.
”Besok pagi saja, setelah sholat subuh.” Tawarnya.
Bunda tak setuju, karena Annisa suka kesiangan bangun paginya. Jadi besok tak mungkin ada waktu lagi. Annisa tetap merebahkan tubuhnya ke lantai. Karena kesal, Bunda meletakkan bukunya di lantai dengan agak kasar. Segera Bunda meninggalkan Annisa sendirian di ruang belajar. Lalu Bunda beranjak ke kamar dan mengunci pintunya dari dalam.
Annisapun bangkit. Rasa kantuknya lenyap. Annisa duduk mengerjakan lagi soal-soalnya. Setelah selasai dia mengetok kamar Bunda. Tapi Bunda tidak membukakannya. Annisa gontai berjalan menuju ke kamarnya sendiri. Lalu tertidur.
Tengah malam Bunda terbangun. Bunda menuju ke kamar Annisa. Lalu dengan penuh kasih sayang menggendong tubuh Annisa. Bunda memindahkan Annisa ke kamarnya. Untuk tidur di samping Bunda. Bersama Adinda yang sudah terlelap duluan.
Esoknya Bunda membuka hapenya. Ada satu sms yang belum terbaca. Ketika di buka, ternyata berasal dari Annisa. Dikirim jam 10 malam. Rupanya sebelum tidur, tadi malam Annisa menulis sms. Sebagian uang THR-nya memang dibelikan hape murah plus pulsa. Patungan dengan kakak-kakaknya.
Sekali lagi Bunda hanya bisa tersenyum membaca sms Annisa:
Bunda, maafin ya.
Annisa menyesal.
Boleh Annisa msk?
Annisa blm sholat isya’
Kali ini air mata Bunda menetes di pipinya. Meskipun disadarinya, tapi tak segera dihapusnya. Karena ini air mata gembira. Bunda ingin menikmati kehangatan kegembiraan ini. Bunda merasakan kegembiraan menikmati curahan isi hati Annisa. Menyaksikan perkembangan bakatnya menulis. Bunda sedang menikmati kehangatan memeluk rindu Annisa dan Adinda.
***
***
Cikarang Baru, 30 Oktober 2008
(Cerpen ini gagal menang dalam sebuah lomba di sebuah majalah. Biarlah, ... toh sekarang mudah menerbitkan karya sendiri. Peace :P)
Jumat, 13 Februari 2009
Bertaruh Menentang Tuhan
Oleh: Choirul Asyhar
Sekelompok orang pintar berkata
Dengan akal ciptaan Allah Tuhan seluruh alam semesta
Bahwa Allah telah mengutus Jibril membawa wahyu Nya
Namun Jibril salah alamat menyampaikannya
Lalu penerima wahyu yang disebut Nabi itu salah kutip pula
Maka Quran tidak steril dari salah omong Sang Nabi
Karena itu dia bukan lagi kitab suci
Jadilah Islam bukan agama paling benar
Lalu semua agama baik dan benar adanya
Sebenarnya takut berkata semua agama salah
Bahkan yang benar tak adalah agama itu
Atau setiap saat siapa saja bisa menciptakan agama
Kebebasan beragama jadi kebebasan berkeyakinan
Tak ada bimbingan wahyu
Maka yang ada hanyalah bimbingan nafsu
Taruhan sudah diletakkan di meja
Genderang perang sudah ditabuh berkali-kali
Manusia melawan Tuhan
Berbekal akal pikiran pemberian-Nya
Akal yang terbatas mau meraba Allah.
Allah Pengasih meskipun Perkasa
Allah Pengampun meski murka-Nya bisa sangat dahsyat
Akal dianugerahkannya sebagai amanah
Manusia menukarnya untuk hidup mewah
Kehidupan dunia yang setetes dari selautan isi akhirat
Tapi itu kan kata Nabi
Kata sahabat fulan melalui bapaknya fulan
Dari sahabatnya fulan lagi, dari dari dari
Wow, banyaknya rantainya
Itu rantai manusia yang bisa lupa
Maka muncul tanya
Benarkah Nabi berkata demikian
Belajarlah pada ulama salaf
Ilmunya segudang sebelum menafsirkan sabda Tuhan
Zuhudnya tak tertandingi sehingga steril dari kepentingan dunia
Oh siapa pula mereka?
Mereka manusia juga
Bisa salah bisa lupa, bisa ngaku-ngaku
Suhanallah!
Sedang Nabi dicurigai kesuciannya
Firman Allah dilecehkan kemurniannya
Apatah lagi para sahabat
Apatah pula para ulama salaf
Begitu juga fatwa-fatwanya
Apalagi ulama sesama anak bangsa
Seumur teman sepermainan
Main gundu bersama sekarang mengeluarkan fatwa
Akal sama-sama pemberian Sang Pencipta
Sama?
Tidak!
Ulama punya akal pemberian Allah dan tidak tergadai
Sedang para penentang tak lagi punya apa-apa
Karena akalnya telah digadaikan
Dengan rumah dan mobil mewah
Dengan beasiswa dan biaya hidup
Dengan kawalan polisi penjaga keselamatan
Ketika masa mengamuk mau bertamu ke sarangnya
Ketakutan bibir hatinya bergetar
Adakah polisi bisa menjaganya dari datangnya Izrail?
Kepuasannya pada dunia digenggamannya
Tanda kekerdilan, padahal akhirat lebih baik dan kekal
Puih!
Itu kan kata Quran
Sedangkan Quran keluar dari mulut Muhammad
Sedang Muhammad manusia biasa yang bisa salah
Lalu dimana agama kalau semua perangkatnya diprasangkakan?
Agama adalah akal, kata Nabi
Maka akal tidak boleh dikekang apalagi diadili
Lho, sekarang mengakui ucapan Nabi
Pilih mana yang cocok lalu pakai
Buang saja mana yang tak sesuai
Pilih pakai apa?
Pakai akal anugerah Allah!
Tapi kemudian Allah tidak diperlukan lagi
Dan sekarang sedang duduk di meja pertaruhan
Kalau Allah kalah, betapa hebatnya akalnya
Kalau Allah menang kemana mereka hendak berlari
Sedang semua jengkal tanah
Semua hisapan oksigen
Semua deburan ombak
Seluruh hembusan angin
Setetespun air dalam genggaman-Nya
Sedangkan tidak ada selembar daunpun gugur
Kecuali dalam sepengetahuan Allah
Ah, itu kan kata para fundamentalis
Toh, pertaruhan belum selesai
Biarkan langit, bumi, nyamuk, semut,
Virus HIV, setan dan jin yang menyaksikan
Puih.
Air liur dan ludah muncrat bebas keman-mana
Sengaja biar gratis bisa ke Amerika dan dicintai dunia
Manjakan akal hendak menggoyang pohon
Yang akarnya menghunjam dalam ke bumi
Dan batangnya tinggi menembus langit
Buahnya tumbuh setiap saat
Menebar manfaat bagi umat
Lupa shalat dan lupa berzikir
Itu kecil dan barang remeh temeh
Tapi jangan lupa berhitung setiap proposal
Berapa dollar akan dibayar
Mengaku ilmuwan tapi tanpa ilmu menutup cahaya
Mulutnya, tangannya, tulisannya dan baunya
Sekuat tenaga sebesar berapa bayarannya
Hendak menutup cahaya Allah
Tapi Allah malah sempurnakan cahaya-Nya
Walau penyandang dana takkan pernah suka
Sedangkan menjadi manusia tanpa bayangan saja tak bisa
Apatah lagi mau menutup Sang Cahaya
Maka bayang-bayangnya selalu berbicara
Siapa dan apa di balik keberaniannya
bertaruh dengan Sang Penguasa
Sebenarnya tak perlulah capek, kalau waktunya tiba
Allah akan memadamkan cahaya-Nya
Di liang lahat mereka sehingga proposalnya
Tak ada lagi yang menggubrisnya
Sekutunya yang selalu menyalakan periuknya
Takkan peduli lagi kalau corongnya telah mati
Tak berfungsi lagi
Cikarang Baru, 13 Maret 2007
Sekelompok orang pintar berkata
Dengan akal ciptaan Allah Tuhan seluruh alam semesta
Bahwa Allah telah mengutus Jibril membawa wahyu Nya
Namun Jibril salah alamat menyampaikannya
Lalu penerima wahyu yang disebut Nabi itu salah kutip pula
Maka Quran tidak steril dari salah omong Sang Nabi
Karena itu dia bukan lagi kitab suci
Jadilah Islam bukan agama paling benar
Lalu semua agama baik dan benar adanya
Sebenarnya takut berkata semua agama salah
Bahkan yang benar tak adalah agama itu
Atau setiap saat siapa saja bisa menciptakan agama
Kebebasan beragama jadi kebebasan berkeyakinan
Tak ada bimbingan wahyu
Maka yang ada hanyalah bimbingan nafsu
Taruhan sudah diletakkan di meja
Genderang perang sudah ditabuh berkali-kali
Manusia melawan Tuhan
Berbekal akal pikiran pemberian-Nya
Akal yang terbatas mau meraba Allah.
Allah Pengasih meskipun Perkasa
Allah Pengampun meski murka-Nya bisa sangat dahsyat
Akal dianugerahkannya sebagai amanah
Manusia menukarnya untuk hidup mewah
Kehidupan dunia yang setetes dari selautan isi akhirat
Tapi itu kan kata Nabi
Kata sahabat fulan melalui bapaknya fulan
Dari sahabatnya fulan lagi, dari dari dari
Wow, banyaknya rantainya
Itu rantai manusia yang bisa lupa
Maka muncul tanya
Benarkah Nabi berkata demikian
Belajarlah pada ulama salaf
Ilmunya segudang sebelum menafsirkan sabda Tuhan
Zuhudnya tak tertandingi sehingga steril dari kepentingan dunia
Oh siapa pula mereka?
Mereka manusia juga
Bisa salah bisa lupa, bisa ngaku-ngaku
Suhanallah!
Sedang Nabi dicurigai kesuciannya
Firman Allah dilecehkan kemurniannya
Apatah lagi para sahabat
Apatah pula para ulama salaf
Begitu juga fatwa-fatwanya
Apalagi ulama sesama anak bangsa
Seumur teman sepermainan
Main gundu bersama sekarang mengeluarkan fatwa
Akal sama-sama pemberian Sang Pencipta
Sama?
Tidak!
Ulama punya akal pemberian Allah dan tidak tergadai
Sedang para penentang tak lagi punya apa-apa
Karena akalnya telah digadaikan
Dengan rumah dan mobil mewah
Dengan beasiswa dan biaya hidup
Dengan kawalan polisi penjaga keselamatan
Ketika masa mengamuk mau bertamu ke sarangnya
Ketakutan bibir hatinya bergetar
Adakah polisi bisa menjaganya dari datangnya Izrail?
Kepuasannya pada dunia digenggamannya
Tanda kekerdilan, padahal akhirat lebih baik dan kekal
Puih!
Itu kan kata Quran
Sedangkan Quran keluar dari mulut Muhammad
Sedang Muhammad manusia biasa yang bisa salah
Lalu dimana agama kalau semua perangkatnya diprasangkakan?
Agama adalah akal, kata Nabi
Maka akal tidak boleh dikekang apalagi diadili
Lho, sekarang mengakui ucapan Nabi
Pilih mana yang cocok lalu pakai
Buang saja mana yang tak sesuai
Pilih pakai apa?
Pakai akal anugerah Allah!
Tapi kemudian Allah tidak diperlukan lagi
Dan sekarang sedang duduk di meja pertaruhan
Kalau Allah kalah, betapa hebatnya akalnya
Kalau Allah menang kemana mereka hendak berlari
Sedang semua jengkal tanah
Semua hisapan oksigen
Semua deburan ombak
Seluruh hembusan angin
Setetespun air dalam genggaman-Nya
Sedangkan tidak ada selembar daunpun gugur
Kecuali dalam sepengetahuan Allah
Ah, itu kan kata para fundamentalis
Toh, pertaruhan belum selesai
Biarkan langit, bumi, nyamuk, semut,
Virus HIV, setan dan jin yang menyaksikan
Puih.
Air liur dan ludah muncrat bebas keman-mana
Sengaja biar gratis bisa ke Amerika dan dicintai dunia
Manjakan akal hendak menggoyang pohon
Yang akarnya menghunjam dalam ke bumi
Dan batangnya tinggi menembus langit
Buahnya tumbuh setiap saat
Menebar manfaat bagi umat
Lupa shalat dan lupa berzikir
Itu kecil dan barang remeh temeh
Tapi jangan lupa berhitung setiap proposal
Berapa dollar akan dibayar
Mengaku ilmuwan tapi tanpa ilmu menutup cahaya
Mulutnya, tangannya, tulisannya dan baunya
Sekuat tenaga sebesar berapa bayarannya
Hendak menutup cahaya Allah
Tapi Allah malah sempurnakan cahaya-Nya
Walau penyandang dana takkan pernah suka
Sedangkan menjadi manusia tanpa bayangan saja tak bisa
Apatah lagi mau menutup Sang Cahaya
Maka bayang-bayangnya selalu berbicara
Siapa dan apa di balik keberaniannya
bertaruh dengan Sang Penguasa
Sebenarnya tak perlulah capek, kalau waktunya tiba
Allah akan memadamkan cahaya-Nya
Di liang lahat mereka sehingga proposalnya
Tak ada lagi yang menggubrisnya
Sekutunya yang selalu menyalakan periuknya
Takkan peduli lagi kalau corongnya telah mati
Tak berfungsi lagi
Cikarang Baru, 13 Maret 2007
Senin, 09 Februari 2009
Bukan Peperangan Biasa
Oleh: Choirul Asyhar
Ini bukan peperangan biasa
Ini peperangan sepanjang zaman
Bukan karena roket Hamas
Dilessakan ke Tanah Palestina
Yang sedang dijarah bangsa Yahudi laknatullah
Dan diberi nama Israel
Nama leluhurnya Yaqub sang Nabi Allah
Ini bukana peperangan biasa
Rakyat Palestina lama telah dikurung
Di negerinya sendiri
Makanan dibatasi
Air bersih dialirkan tanpa cukup
Memenuhi hajat seluruh negeri
Listrik padam adalah juga pembatasan
Tenaga dipekerjakan
Gaji dinomor sekiankan
Ketika berteriak kemerdekaan
Penjara menjadi balasan
Ke sekolah diiringi todongan senjata
Ke masjid hanya untuk para tetua
Sepanjang jalan berseliweran tentara
Senapan mesin di tangan
Mengawasi pemilik sah tanah persada
Dalam ketercekaman
Tak puas bom dihujankan dari udara
Alasanpun dibuat-buat demi pembenaran
Membalas roket Hamas suarakan ketertindasan
Berton-ton bom runtuh dari langit Palestina
Dengan memejamkan mata
Semua jadi sasaran babi-babi buta
Rumah penduduk runtuh
Tempat ibadah rata tanah
Sekolah musnah
Rumah sakit penuh penduduk luka
Dokter tak kuasa menangani semua
Obat-obatan tak cukup meringankan derita
Makanan kalaupun ada
Tak mungkin gigi mampu mengunyahnya
Sekujur tubuh terbakar melepuh
Otot dan daging bagai tetelan
Pinggul sampai kaki hancur lebur
Amputasi satu-satunya penyelamatan
Di puing-puing bocah tertimbun reruntuhan
Di jalan pulang peluru menjemputnya
Darah segar mengucur menyejukkan derita
Nyawa melayang bersama sungging senyuman
Para ibu tak mampu memeluk melindungi
Seorang bapak tak kuasa menolong anak sendiri
Seekor anjing telah mengoyak jasad kecil ini
Israel gembira memberi makan anjing-anjingnya
Menikmati daging-daging bayi dan rakyat Palestina
Setelah dipanggang dengan fosfor putih
Yang ditabur dari langit Gaza
Ini bukan peperangan kemarin
Ini peperangan sepanjang zaman
Rakyat Palestina siapakah kalian
Sedangkan para Nabipun dimusuhi dan dibunuhi
Raja-raja Arab siapakah kalian
Sedangkan Nabi Ya’qub-pun dibohongi
Dengan berita palsu kematian Yusuf
Karena serigala itu adalah mereka sendiri
Ini bukan peperangan masa kini
Ini peperangan sepanjang sejarah
Anwar Sadat dan Husni Mubarak siapakah kalian
Sedangkan Musa sang pembebas dari kejaran Firaun
Dikhianati dan ditinggalkan
Ini bukan peperangan baru
Ini adalah peperangan sepanjang zaman
Yaser Arafat dan Mahmud Abbas siapakah kalian
PBB dan ratusan resolusinya siapakah kalian
Raja-Raja Khadimul Haramain siapakah kalian
Jimmy Carter dan Erdogan siapakah kalian
Perundingan demi perundingan berakhir pengkhianatan
Maka segeralah bergerak setelah kesadaran datang
Kalau belum berani berperang
Berikanlah makanan dan obatan-obatan
Kalau belum berani ayunkan pedang
Bolehlah bersilat lidah mengecam Israel dan pendukung-pendukungnya
Asal jangan berjabatan dan berpelukan di balik layar
Kalau belum berani turun di medan laga
Jangan fatwakan haram mereka yang turun berdemo di depan kedutaan
Ini bukan peperangan sepele penjajah melawan perlawanan
Ini peperangan telah dinubuatkan
Ini akan menjadi peperangan besar
Tak hanya memicu Perang Dunia ketiga
Tapi bahkan perang dahsyat menuju Kiamat
Ayo, lawan kecongkakan Yahudi
Ayo, perangi kelicikan mereka
Ayo, perangi kebengisan dan kebiadabannya
Seribu syahid dan lima ribu terluka parah
Cacat seumur hidup tanpa kaki
Dan terdedah radiasi
Mereka musuh kemanusiaan
Saksikan rakyat Gaza dibantai di atas tanah terkepung
Dari depan tank dan alat pembunuh dikerahkan
Di belakang, Mesir enggan membuka perbatasan
Seakan yakin mempercepat pembasmian
Husni Mubarak dimabok cinta dunia
Dan takut disongsong kejatuhan dan kematian
Mereka musuh kemanusiaan
Seluruh dunia bersatu dukung perlawanan rakyat
Yahudi Israel malah makin gencar menyebar kematian
Saksikan truk-truk bantuan kemanusian musnah dirudal
Saksikan gedung-gedung PBB pun tak luput dari aksi brutal
Ayo, saatnya masuk barisan perlawanan
Inilah saatnya Muslimin memerangi Yahudi
Ayo, kejar mereka kemanapun mereka lari
Bongkar semua persembunyian mereka
Ayo, masuk dalam barisan Muslimin
Ayo, berbaris di belakang perlawanan
Sebelum kalian malu kepada batu dan pepohonan
Yang tak lagi sudi menjadi tempat persembunyian
”Wahai muslimin, wahai hamba Allah,
Ini ada Yahudi bersembunyi di belakangku,
Kemarilah, bunuhlah dia!”
Benar!
Ini bukan peperangan biasa
Ini bukan hanya peperangan antara Hamas dan Israel
Ini peperangan Muslimin melawan Yahudi
Sebelum datang kepastian kiamat
Jika iman masih ada di dada
Ayo, masuk berbaris menyongsong kemenangan
Bersama al Mahdi yang turun sebagai pertolongan
Pertolongan Allah yang telah dijanjikan
Bunuh rasa takut matimu
Enyahkan cinta duniamu
Temukan keimanan dalam dirimu
Ayo, masuk dalam barisan saudara-saudara muslimmu
Sebelum penyesalan tak lagi berarti
Karena engkau terlambat bergabung dalam kemenangan
Padahal setelah itu kiamat datang pasti
Ayo, saudaraku
Masuklah ke dalam barisan kita
Jangan sembunyikan Yahudimu dalam tulisan dan kata-kata
Bagai pohon gharqad sembunyikan tuan-tuannya
Cikarang Baru, 8 Februari 2009
Ini bukan peperangan biasa
Ini peperangan sepanjang zaman
Bukan karena roket Hamas
Dilessakan ke Tanah Palestina
Yang sedang dijarah bangsa Yahudi laknatullah
Dan diberi nama Israel
Nama leluhurnya Yaqub sang Nabi Allah
Ini bukana peperangan biasa
Rakyat Palestina lama telah dikurung
Di negerinya sendiri
Makanan dibatasi
Air bersih dialirkan tanpa cukup
Memenuhi hajat seluruh negeri
Listrik padam adalah juga pembatasan
Tenaga dipekerjakan
Gaji dinomor sekiankan
Ketika berteriak kemerdekaan
Penjara menjadi balasan
Ke sekolah diiringi todongan senjata
Ke masjid hanya untuk para tetua
Sepanjang jalan berseliweran tentara
Senapan mesin di tangan
Mengawasi pemilik sah tanah persada
Dalam ketercekaman
Tak puas bom dihujankan dari udara
Alasanpun dibuat-buat demi pembenaran
Membalas roket Hamas suarakan ketertindasan
Berton-ton bom runtuh dari langit Palestina
Dengan memejamkan mata
Semua jadi sasaran babi-babi buta
Rumah penduduk runtuh
Tempat ibadah rata tanah
Sekolah musnah
Rumah sakit penuh penduduk luka
Dokter tak kuasa menangani semua
Obat-obatan tak cukup meringankan derita
Makanan kalaupun ada
Tak mungkin gigi mampu mengunyahnya
Sekujur tubuh terbakar melepuh
Otot dan daging bagai tetelan
Pinggul sampai kaki hancur lebur
Amputasi satu-satunya penyelamatan
Di puing-puing bocah tertimbun reruntuhan
Di jalan pulang peluru menjemputnya
Darah segar mengucur menyejukkan derita
Nyawa melayang bersama sungging senyuman
Para ibu tak mampu memeluk melindungi
Seorang bapak tak kuasa menolong anak sendiri
Seekor anjing telah mengoyak jasad kecil ini
Israel gembira memberi makan anjing-anjingnya
Menikmati daging-daging bayi dan rakyat Palestina
Setelah dipanggang dengan fosfor putih
Yang ditabur dari langit Gaza
Ini bukan peperangan kemarin
Ini peperangan sepanjang zaman
Rakyat Palestina siapakah kalian
Sedangkan para Nabipun dimusuhi dan dibunuhi
Raja-raja Arab siapakah kalian
Sedangkan Nabi Ya’qub-pun dibohongi
Dengan berita palsu kematian Yusuf
Karena serigala itu adalah mereka sendiri
Ini bukan peperangan masa kini
Ini peperangan sepanjang sejarah
Anwar Sadat dan Husni Mubarak siapakah kalian
Sedangkan Musa sang pembebas dari kejaran Firaun
Dikhianati dan ditinggalkan
Ini bukan peperangan baru
Ini adalah peperangan sepanjang zaman
Yaser Arafat dan Mahmud Abbas siapakah kalian
PBB dan ratusan resolusinya siapakah kalian
Raja-Raja Khadimul Haramain siapakah kalian
Jimmy Carter dan Erdogan siapakah kalian
Perundingan demi perundingan berakhir pengkhianatan
Maka segeralah bergerak setelah kesadaran datang
Kalau belum berani berperang
Berikanlah makanan dan obatan-obatan
Kalau belum berani ayunkan pedang
Bolehlah bersilat lidah mengecam Israel dan pendukung-pendukungnya
Asal jangan berjabatan dan berpelukan di balik layar
Kalau belum berani turun di medan laga
Jangan fatwakan haram mereka yang turun berdemo di depan kedutaan
Ini bukan peperangan sepele penjajah melawan perlawanan
Ini peperangan telah dinubuatkan
Ini akan menjadi peperangan besar
Tak hanya memicu Perang Dunia ketiga
Tapi bahkan perang dahsyat menuju Kiamat
Ayo, lawan kecongkakan Yahudi
Ayo, perangi kelicikan mereka
Ayo, perangi kebengisan dan kebiadabannya
Seribu syahid dan lima ribu terluka parah
Cacat seumur hidup tanpa kaki
Dan terdedah radiasi
Mereka musuh kemanusiaan
Saksikan rakyat Gaza dibantai di atas tanah terkepung
Dari depan tank dan alat pembunuh dikerahkan
Di belakang, Mesir enggan membuka perbatasan
Seakan yakin mempercepat pembasmian
Husni Mubarak dimabok cinta dunia
Dan takut disongsong kejatuhan dan kematian
Mereka musuh kemanusiaan
Seluruh dunia bersatu dukung perlawanan rakyat
Yahudi Israel malah makin gencar menyebar kematian
Saksikan truk-truk bantuan kemanusian musnah dirudal
Saksikan gedung-gedung PBB pun tak luput dari aksi brutal
Ayo, saatnya masuk barisan perlawanan
Inilah saatnya Muslimin memerangi Yahudi
Ayo, kejar mereka kemanapun mereka lari
Bongkar semua persembunyian mereka
Ayo, masuk dalam barisan Muslimin
Ayo, berbaris di belakang perlawanan
Sebelum kalian malu kepada batu dan pepohonan
Yang tak lagi sudi menjadi tempat persembunyian
”Wahai muslimin, wahai hamba Allah,
Ini ada Yahudi bersembunyi di belakangku,
Kemarilah, bunuhlah dia!”
Benar!
Ini bukan peperangan biasa
Ini bukan hanya peperangan antara Hamas dan Israel
Ini peperangan Muslimin melawan Yahudi
Sebelum datang kepastian kiamat
Jika iman masih ada di dada
Ayo, masuk berbaris menyongsong kemenangan
Bersama al Mahdi yang turun sebagai pertolongan
Pertolongan Allah yang telah dijanjikan
Bunuh rasa takut matimu
Enyahkan cinta duniamu
Temukan keimanan dalam dirimu
Ayo, masuk dalam barisan saudara-saudara muslimmu
Sebelum penyesalan tak lagi berarti
Karena engkau terlambat bergabung dalam kemenangan
Padahal setelah itu kiamat datang pasti
Ayo, saudaraku
Masuklah ke dalam barisan kita
Jangan sembunyikan Yahudimu dalam tulisan dan kata-kata
Bagai pohon gharqad sembunyikan tuan-tuannya
Cikarang Baru, 8 Februari 2009
Ka’bah
Oh, aku telah tiba di kota Makkah
Berombongan sekarang menuju Ka’bah
Berbalut kain ihram bersenandung talbiyah
Berjalan cepat menuju al Haram nan megah
Berombongan sekarang menuju Ka’bah
Berbalut kain ihram bersenandung talbiyah
Berjalan cepat menuju al Haram nan megah
Oh, di mana ini halamannya luas sekali
Inilah halaman masjidil haram nan suci
Mendengar tausiyah kami menghentikan langkah kaki
Sebentar lagi aku larut dalam ibadah suci
Warisan Ibrahim Bapak Para Nabi
Inilah halaman masjidil haram nan suci
Mendengar tausiyah kami menghentikan langkah kaki
Sebentar lagi aku larut dalam ibadah suci
Warisan Ibrahim Bapak Para Nabi
Oh, inikah Ka’bah
Mata terus menatap hati terus bertanya
Ka’bah yang sering kulihat gambarnya
Kini aku berdiri terpaku di hadapannya
Bismillahi Allahu Akbar
Sambil tangan melambai ke arah hajar aswad
Kecupan jauh isyarat meniru sunnah
Lalu aku terhanyut dalam lautan manusia
Putih-putih mendominasi riak gelombang
Putarannya melawan arah jarum jam
Aku tersedot dalam pusaran tawaf
Tujuh putaran mengitari Ka'bah
Cikarang, 31 Maret 2006
Sajak kenanganku, pertama berjumpa Ka'bah awal 2005
Mata terus menatap hati terus bertanya
Ka’bah yang sering kulihat gambarnya
Kini aku berdiri terpaku di hadapannya
Bismillahi Allahu Akbar
Sambil tangan melambai ke arah hajar aswad
Kecupan jauh isyarat meniru sunnah
Lalu aku terhanyut dalam lautan manusia
Putih-putih mendominasi riak gelombang
Putarannya melawan arah jarum jam
Aku tersedot dalam pusaran tawaf
Tujuh putaran mengitari Ka'bah
Cikarang, 31 Maret 2006
Sajak kenanganku, pertama berjumpa Ka'bah awal 2005
Langganan:
Postingan (Atom)