(Ketika ujian datang biasanya kita merapat kepada-Nya. Ketika ujian beberapa saat berlalu, kitapun melupakan-Nya. Puisi ini untuk mengenang musibah gempa jogya 27 Mei 2006. Tepat tiga tahun yang lalu. Semoga menjadi gempa di hati, lalu kita merapat kembali ke pangkuan Rabbul izzati)
JOGYA, 27 MEI 2006
Ketika manusia terlena berselimut dingin pagi
Ketika keluarga bercengkerama di beranda
Ketika petani bersiap pergi ke sawah ladang
Ketika tamasya telah direncanakan
Ketika letusan merapi telah diantisipasi
Ketika arah kemana berlari telah ditentukan
Tiba-tiba bumi berguncang
Atap runtuh bagai tak bertiang
Menimpa apa saja di bawahnya
Manusia yang asyik tidur dibuai mimpi
Manusia yang merasa aman dalam balutan hangat selimut pagi
Anak-anak yang asyik bermain di beranda
Para Bapak yang siap pergi menuai nafkah keluarga
Para siswa dan guru yang berkemas menuju tempat wisata
Idza zul zilatil ardhu zil zalaha
Apabila bumi berguncang sekeras-kerasnya
Lalu mengeluarkan beban-beban berat isinya
Wa qaalal insaanu ma laha?
Manusia berkata, mengapa bumi jadi begini
Cerita kepanikan manusia
Membawaku ke suasana surat al zilzal
Keguncangan yang merusak
Dan manusia tak siap menerima
Lalu bertanya-tanya tak percaya
Sebentar lagi kemapanan tinggal puing saja
Bagai kiamat telah datang
Tanpa tanda-tanda apapun saja
Padahal di Jakarta maksiat tak pernah lengang
Kusak-kusuk menyelinap di sudut-sudut ruang
Tukar menukar kepentingan asal sampai tujuan
Di sini kiamat masih jauh
Beberapa orang malah tergerak bersama membantu
Menghibur saudaranya di Jogja
Membisikkan ayo bangun lagi
Sentilan Ilahi mengajak kembali
Kepada ikhlas ibadah kita yang di sana dan di sini
Hayya ’alash sholah......
Hayya ’alal falah.....
Berbondong manusia gegas penuhi panggilan Ilahi
Teruskan......!
Tak hanya sampai di sini
Cikarang, 28 Mei 2007
Kamis, 28 Mei 2009
Minggu, 17 Mei 2009
Dalam Sujud
(Merenungi masa lalu,
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)
Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
terutama untuk kembali ke pelukan rabbani,
tak kutulis puisi baru,
karena ada yang lebih asli.
Buatan dua puluh tiga tahun lalu...)
Dalam Sujud
Kerelaan meletakkan keluruhan
Di atas tanah tempat kaki berpijak
Adalah kekalahan akal
Di bawah kegaiban-Nya
Adalah penyerahan kesombongan
Kepada pemilik sesungguhnya
Dalam sujud
Pujian menghiasi bibir
Untuk beroleh ampunan-Nya
Dekat,
Bagai bersimpuh di hadapan-Nya
Pasrah,
Bagai pasrah dipenggal kepala
Rela,
Melepas segala sifat
Yang nyata telah kalah
Jauh di bawah iradah-Nya
Dalam sujud,
Janji-Nya mengisi telinga
Hati menangis menghapus nafsu
Mulut tak mampu lagi
Mengungkap segala kemauan
Rasanya,
Dosa begitu melapis
Membatasi tangan merengkuh perjanjian
Dalam sujud,
Taubat begitu hebat
Tuhan begitu hadir dekat
Dalam sujud,
Dahi menjemput tanah begitu erat
Bekas sujud
Tebal melapis keangkuhan
Membabat kebebasan akal
Dalam sujud,
Kami total pasrah
Bagi-Nya jiwa raga kami
Dalam sujud keyakinan menebal
Lalu bangkit dengan penuh kasih sayang-Nya
Allahu Akbar…..
Bogor, 8 Rajab 1406/20 Maret 1986
Langganan:
Postingan (Atom)