Choirul Learns to Write
Sabtu, 03 September 2011
Doa Malam Akhir Ramadhan
Doa Detik-Detik Akhir Ramadhan
Jumat, 04 Juni 2010
Air Mata Untuk Gaza
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Ada sebuah negara merdeka
Menderita berkepanjangan
Air mata ini menetes
Tak kuasa hatiku menahannya
Aku hanya bisa menangisi Palestina
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Ada sebuah negara barbar
Hidup bebas di dunia berbudaya
Bebas membunuh, menggusur
Seenaknya menjajah, mengusir dan merampas
Tanah negara merdeka
Air mataku kembali menetes
Tak kuasa menahan geram di dada
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Ada rakyat sipil gigih melawan
Tentara penjajah bersenjata lengkap
Hanya dengan batu, ketapel,
Bom dan senjata rakitan tangan sendiri
Air mataku menitik
Tak kuasa hatiku menahan malu
Apakah aku hanya berpangku
Atau sekedar menulis buku
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Ada sukarelawan dari limapuluh negara
Tujuh ratus jumlahnya menuju Gaza
Lalu diserang tentara barbar itu
Mereka menembaki kapal relawan
demi menenggelamkan kapal
Relawan diculik, disiksa, dilukai
Bahkan dibunuh
Air mataku menetes menahan rindu
Rindu bisa menoreh sejarahku
Hadir di tanah para nabi suatu waktu
Mendengar
Menyaksikan dan mendengar
Ada seorang ayah penuh semangat
Mendukung penuh perjuangan sang anak
Yang kini di Jordan tergeletak karena luka tembak
Meski badan terkoyak
Di dada ada luka tembak
Liver robek
Udara terperangkap di darah
Patah tulang iga
Setelah sembuh silakan kembali ke Gaza
Aku kembali meneteskan air mata
Air mata bangga ketika sang ayah berkata
”Sampaikan salam kami sekeluarga
Kepada anakku Reza di sana
Kami mendukung perjuangannya
Demi rakyat Palestina”
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Ada relawan Amerika
Harus meninggal di usia muda
Dua puluh tiga tahun umurnya
Karena dilindas zionisme buldoser tentara
Saat menghalangi penghancuran
Rumah-rumah keluarga Palestina
Yang tak dikenalnya
Air mataku menetes
Kenapa para pemimpin tak memiliki
Keberanian dan kekuatan hati
Sementara kekuasaan di tangan
Memiliki tentara bersenjata lengkap
Tapi diam seribu bahasa
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Anak-anak di Gaza
Bernyanyi, bermain, bergembira
Di bawah tenda darurat
Disekitar puing-puing rumah mereka
Menggambar bom tank pesawat
Menghiasi mukanya dengan coreng-moreng tentara
Menyelampangi dadanya dengan selongsong peluru
Karena rindu dendam kepada kemerdekaan
Sementara anakku bisa menggambar
Pantai, taman hijau dan langit biru
Menghiasi mukanya dengan topeng jenaka
Dan setiap hari gembira ceria
Dengan tas sekolah menyelempang di dada
Air mataku sedih menitik
Ketika bantuan alat-alat sekolah
Dari kapal pembebasan dirampas tentara Israel
Ketika bahan bangunan
untuk menegakkan kembali rumah-rumah mereka
Dirampok tentara penjajah
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Seperti janjinya ’aku akan kembali’
Rachel Corri yang sendiri dan lemah
Kini benar-benar akan kembali
Gagah, perkasa, berkekuatan
Ke Gaza
Dengan berlipat-lipat kekuatan kemanusiaan
Mewujud sebuah kapal pembebasan
Aku meneteskan lagi air mata
Ada darah Palestinakah mengalir di tubuh Amerikanya?
Mendengar
Menyaksikan dan membaca
Seperti tekadnya ’menyampaikan amanah’
Relawan MER-C tetap berjuang
Mewujudkan tekad
Membangun Rumah Sakit Indonesia di Gaza
Pembajakan penyerbuan penculikan pembunuhan
Tak menyurutkan tekad
Karena Gaza tinggal selangkah
Menetes lagi air mataku tak terbendung
Apakah yang bisa kulakukan
Selain berdoa dan berteriak Allahu Akbar?
[Air mata ini ...
Sejatinya bukanlah untuk Gaza
Karena mereka tak butuh air mata
Mereka butuh semangat dan dukungan
Bukan rengekan melemahkan
Air mata ini..
Sejatinya adalah untuk menangisi diri sendiri
Yang belum banyak berbuat
Selain baru bisa mengecam kedzaliman,
berdoa dan berdemonstrasi keprihatinan].
Cikarang Baru, 21 Jumadil Akhir 1431/4 Juni 2010
Rabu, 12 Mei 2010
Jumat, 07 Agustus 2009
Puisi Terakhir WS Rendra
Jakarta - WS Rendra tetap berkarya meski dirawat di rumah sakit karena sakit jantung koroner. Puisi terakhir Rendra menghadirkan nuansa religius yang dalam, yang mengisyaratkan kecintaan pada Sang Pencipta.
"Tuhan, aku cinta padamu..." demikian penggalan puisi yang tak diberi judul itu. Puisi terakhir ini ditulis Rendra pada 31 Juli di RS Mitra Keluarga.
Teks puisi bertulis tangan itu diperlihatkan di rumah duka di Bengkel Teater, Citayam, Depok, Jumat (7/8/2009). Berikut teks puisi tersebut:
Aku lemas
Tapi berdaya
Aku tidak sambat rasa sakit
atau gatal
Aku pengin makan tajin
Aku tidak pernah sesak nafas
Tapi tubuhku tidak memuaskan
untuk punya posisi yang ideal dan wajar
Aku pengin membersihkan tubuhku
dari racun kimiawi
Aku ingin kembali pada jalan alam
Aku ingin meningkatkan pengabdian
kepada Allah
Tuhan, aku cinta padamu
Rendra
31 July 2009
Mitra Keluarga (nvc/nrl)
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Titipan
Sering kali aku berkata, ketika seorang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan-Nya,
bahwa rumahku hanya titipan-Nya,
bahwa hartaku hanya titipan-Nya,
bahwa putraku hanya titipan-Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku,” dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku.
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.”
=================
Posting ini untuk mengenang WS Rendra, penyair yang lahir di Tegal, 7 November 1935 dan meninggal di Jakarta, 6 Agustus 2009. Semoga amal baiknnya diterima di sisi Allah dan dosa-dosanya diampuni. Amiin.
Minggu, 26 Juli 2009
Dari Facebook Untuk Anakku
Di facebook, tadi siang anakku menulis.
Sudah beberapa hari ini dia terganggu
Teman-teman akrabnya banyak yang pindah sekolah
Guru kesayangannya tak mengajar kelasnya lagi
Mungkin karena itu dia jadi sering sakit panas
Inilah salah satu keluhannya:
Today at 11:31am
yah ah**** pngn pndah apa ayah stuju....
pa ayah gg kbrtan???
aku gg ska yah d ass**** ....
pak mu***** dah gg ngjar aku...
ass**** dah gg da wrna.aaaaaaa....
aku mo pndh yah... lgyan dsniiiii qaku skit mlu... blz iia yah...........
(aku membalasnya telat karena saat dia online, aku sedang di luar rumah.. )
Today at 3:01pm
Ah****....
Luruskan niatmu...
Kita belajar untuk mencari ilmu Allah...
Sebagai bekal di dunia dan di akhirat.
Hidup bukan cuma di ass****...
Di dalam hidup selalu ada suka dan duka...
Apalagi orang sukses itu selalu dimulai dengan perjuangan...
Perjuangan!
Artinya bersakit-sakit dahulu,
Lalu kemudian memetik kemenangan.
Teman itu banyak..
Datang dan pergi...
Kamu meninggalkan teman lama
Kamu juga mendatangi teman baru
Kamu ditinggal teman lama
Kamu juga nanti menemukan teman baru
Teman lama dan baru itu semua adalah teman
Nanti semuanya tak ada yang sia-sia
Tetap istiqamah di jalan-Nya
Itulah yang paling nikmat
Allah, itulah teman yang paling abadi...
Dia tak pernah datang dan tak perlu pergi
Dia selalu ada saat kita butuhkan
Ayo, Ah****...
Bukankah kau belajar ayat "Allahu shomad"?
Allah tempat kita bergantung yang sesungguhnya
Bukan yang lain...
Ayo, Ah****...
Bangkit!
Sakitmu itu tanda Allah menyayangimu...
Kembalilah kepada-Nya....
Niscaya semua akan kau dapatkan.
Ayo, bangkitlah!